Bima Sakti adalah salah satu dari sedikit pemain Indonesia yang punya sejarah bermain di luar negeri, yaitu saat bergabung dengan PSSI Primavera. Ia menimba ilmu dan pengalaman di Italia. Setelah itu, mantan kapten timnas Indonesia yang dikenal dengan tendangan geledeknya ini pada musim 1995-1996 membela klub Helsingborg IF di liga Swedia. Bertahan hanya satu musim, Bima kembali ke Indonesia dan bermain bersama Persema Malang.
Dalam perbincangan, Bima mengatakan bahwa bermain di klub asing dapat meningkatkan rasa percaya dirinya. Terlebih visi bermain sepak bolanya lebih jelas dan mendapatkan pengalaman dari sebuah kompetisi yang tertata rapi.
Soal gaji, dia mengaku tidak mau memikirkan ketika itu. Sebab tujuannya adalah menimba ilmu dan bermain total di kompetisi luar negeri. “Lumayanlah. Mungkin hampir sama seperti yang diterima adik-adik saya yang sekarang bermain di Uruguay atau Belgia,” ujarnya, tanpa mau merinci.
Fasilitas yang ia terima pun tidak jauh berbeda dengan yang diberikan klub-klub lokal. “Yang saya terima pada saat itu seperti apartemen dan uang saku. Namun yang berbeda adalah saya bermain di lapangan yang bagus. Lebih profesional,” ungkapnya.
Kelebihan lain yang ia rasakan adalah pola latihan yang benar-benar disiplin. Ditambah sarana seperti ruang ganti yang tertata rapi dan menggunakan lapangan yang sangat baik untuk digunakan. “Saya benar-benar merasakan kompetisi yang serius, namun ditunjang dengan sarana dan pola latihan yang baik,” papar Bima.
Ia juga mengungkapkan selama bermain di klub asing merasa dihargai oleh rekan-rekannya di klub itu . “Mereka salut dan respect terhadap bakat-bakat pemain dari Indonesia. Mereka takjub melihat skill pemain-pemain yang berasal dari Papua,” imbuhnya.
Namun saat bermain di klub asing ia mempunyai kelemahan saat berkomunikasi serta makanan yang dikonsumsinya. Dan yang paling berpengaruh adalah tekanan mental karena berbeda budaya sehingga harus beradaptasi dengan cepat.
“Sering merasa homesick karena saya di sana adalah kaum minoritas dan tidak mengenal siapa-siapa. Jadi saya ingin cepat-cepat pulang ke Tanah Air,” jelasnya.
Bima melanjutkan, pola hidup pun harus disesuaikan karena musim di sana, dengan cuacanya yang dingin. “Makanan pun tidak semuanya sesuai dengan selera saya. Makanan instant hampir semua produk Thailand, “ terangnya.
Kini, mengetahui makin banyak pemain muda bersempatan main di kompetisi luar negeri, dia sangat mendukung. “Saya sangat setuju kepada pemain muda yang sekarang bermain di CS Vise. Mudah-mudahan ke depannya mereka bisa menjadi tulang punggung tim nasional Indonesia,” harapnya.
Berikut beberapa pemain Indonesia lain yang berlaga di luar negeri:
1. Yericho ChristiantoLahir di Malang pada 14 Januari 1992. Tinggi Badan 1,67cm.
Pemain yang berposisi di sektor kiri pertahanan ini dijuluki sebagai Roberto Carlosnya Indonesia ketika masih bermain bersama tim SAD. Bermain di CS Vise pada pertengahan tahun 2011 yang lalu, Yericho menggunakan nomor punggung 2.
2. Alfin Tuasalamony
Lahir di Maluku pada 13 November 1992. Tinggi badan 1,73 sentimeter dan berposisi sebagai pemain bertahan dengan nomor kostum 18 di CS Vise.
3. Ruben Wuarbanaran
Pemain kelahiran Wijhe, Belanda pada tahun 1990 ini adalah salah satu pemain hasil naturalisasi PSSI pada era kepemimpinan Nurdin Halid. Sempat membela Pelita Jaya di kompetisi LSI, Ruben akhirnya hijrah ke CS Vise bersamaan dengan kepindahan Syamsir Alam. Di CS Vise, Ruben bermain di posisi gelandang.
4. Yandi Sofyan Munawar
Penyerang CS Vise kelahiran Garut 25 Mei 1992 ini telah bermain di CS Vise sebanyak 14 kali dengan 11 di antaranya masuk sebagai pemain pengganti selama musim kompetisi 2011/2012 tanpa mencetak satu gol pun.
5. Syamsir Alam
Putra Minang kelahiran Agam 6 Juli 1992 ini memiliki postur 178 cm dan bermain sebagai penyerang. Selama membela CS Vise sejak awal tahun 2012 ini, Alam telah bermain sebanyak empat kali. Dari empat pertandingan tersebut, Alam belum sekalipun berhasil menciptakan gol. Ia juga pernah bermain di Atletico Penarol, Uruguay. Sebelumnya sempat mengikuti seleksi masuk tim junior klub Liga Belanda, Vitesse Arnhem dan Heerenveen tapi gagal lolos.
6. Ricky Yakobi
Masa keemasan pemain kelahiran Medan 12 Maret 1963 ini adalah saat membela Arseto Solo di era-80 an. Setelah ia tampil gemilang bersama timnas Indonesia di Asian Games 1986, ia mampu menarik hati klub asal Liga Jepang, Matsushita untuk menggunakan tenaganya di kompetisi musim 1988. Sayang Ricky tak mampu beradaptasi dengan cuaca dingin Negeri Sakura, sehingga hanya bermain dalam empat pertandingan saja dengan satu sumbangan gol.
7. Rocky Putiray
Pemain yang selalu tampil eksentrik kelahiran Maluku 26 Juni 1970 ini bisa dibilang pemain Indonesia paling sukses saat berkarier di kompetisi luar negeri. Putiray mengawali karirnya bersama Arseto Solo. Klub luar negeri pertama pemain asal Maluku ini adalah Instant Dict Hongkong pada 2001. Dari 15 pertandingan yang dilakoni di klub itu, dia mencetak 20 gol.
Pada musim 2002-2004 dia bermain untuk Kitchee FC. Putiray tampil menggila bersama klub ini. Yakni, torehan 41 gol dari 20 laga. Pada 2004-2005 Putiray direkrut South China AA dengan 15 gol dari 25 penampilan. Penampilan spektakuler Putiray adalah kala mencetak 2 gol ke gawang AC Milan, 31 Mei 2004, ketika membela tim bintang Liga Hongkong. Dua gol itu sekaligus membawa kemenangan timnya atas AC Milan 2-1.
8. Kurniawan Dwi Julianto
Tergabung dalam tim Primavera Indonesia saat berlatih di Italia, semakin mematangkan pemain jebolan Diklat Salatiga ini. Skill pemain yang akrab disapa kurus ini telah menarik perhatian klub di Liga Swiss, FC Luzern pada 1994-1995. Sayang penampilannya mengecewakan. Dia hanya bermain dalam 10 laga dan cuma mencetak satu gol.
Meski begitu, klub Sampdoria Italia tertarik merekrutnya untuk bermain di seri-B pada musim 1996-1997. Namun, pemain kelahiran 13 Juli 1976 juga gagal menampilkan kemampuan terbaiknya. Pada 2006, Serawak FC Malaysia mengontraknya. Namun lantaran tak kunjung menciptakan gol, kontrak diputus di tengah jalan.
9. Kurnia Sandy
Kurnia adalah satu-satunya penjaga gawang Indonesia yang sempat membubuhkan tandatangannya bersama klub luar negeri. Tepatnya usai berguru di Italia bersama tim Primavera. Penjaga gawang kelahiran Semarang, 24 Agustus 1975 ini menandatangani kontrak bersama Sampdoria di musim kompetisi 1996-1997 sebagai penjaga gawang ketiga. Hanya berkiprah setahun, Sandy kembali ke Indonesia untuk bergabung bersama klub-klub lokal seperti Pelita Jaya, Persikabo, PSM Makassar, Arema Malang, Persik Kediri, Persebaya Surabaya, Mitra Kukar dan sempat bermain di Klub Liga Primer Indonesia, Bandung FC.
10. Bambang Pamungkas
Ikon klub Persija Jakarta ini adalah generasi emas striker Indonesia berikutnya. Bepe sapaannya, adalah pemain yang tergabung dalam proyek lanjutan Primavera yang dinamai Baretti. Seperti halnya Kurniawan Dwi Yulianto, Bepe menjadi pemain paling menonjol kala berguru di Italia hingga klub Divisi 3 Liga Belanda, EHC Norad mengontraknya. Sayang masalah adaptasi cuaca membuat Bepe diputus kontrak hanya beberapa bulan ke depan.
Pada tahun 2005 Bepe menandatangani kontrak dengan Selangor FC. Dia tampil cemerlang saat memperkuat Selangor FC bersama rekannya di timnas, Elie Aiboy. Dia langsung menjadi idola fans klub tersebut dengan mencatatkan diri sebagai pencetak gol terbanyak Liga Malaysia (22 gol). Dari 42 penampilannya, Bepe menciptakan 39 gol.
11. Elie Aiboy
Sama dengan Bepe, Elie Aiboy pernah berseragam Selangor FC Malaysia. Dia tampil cemerlang di klub negeri jiran itu. Di musim pertamanya 2005-2006, Elie mengantar Selangor FC meraih treble winner dengan menjuarai Liga Perdana Malaysia, Piala Malaysia dan Piala FA Malaysia.
12. Jajang Mulyana
Pernah bermain untuk Boavista FC di Brasil pada tahun 2008-2009 dengan status pinjaman. Namun, dia hanya bermain 8 kali dan mencetak 1 gol.
13. Arthur Irawan
November 2011 resmi dikontrak klub Espanyol. Sekaligus mencatat sejarah sebagai pemain bola asal Indonesia pertama yang membela klub Liga Primera Spanyol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar